Minggu, 29 Januari 2012

Sejarah Perkembangan Studi Islam

Berbicara tentang sejarah perkembangan studi Islam tidak dapat dipisahkan dengan studi lembaga-lembaga dan kurikulum pendidikan Islam, yang juga berarti mempelajari sejarah pendidikan Islam. Sebab lewat lembaga dan kurikulum inilah prinsipnya diketahui perkembangan studinya.
Dari sisi kelembagaan, perkembangan studi Islam berkembang dari sorogan dan halaqah di rumah-rumah para alim ke sistem kuttab, kemudian ke masjid dan masjid-khan, dan kemudian berlanjut menjadi sistem madrasah. Dari tingkatan di masjid ini sebagian murid melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, madrasah. Maka pengertian madrasah di sini tidak sama dengan madrasah dalam pengertian pendidikan Islam Indonesia. Madrasah di sini berarti pendidikan di tingkat tinggi. Namun demikian, ada juga ilmuwan yang menyebut bahwa bentuk awal lembaga pendidikan tinggi Islam adalah al-Jami’ah, dari lembaga masjid jami’, tempat berkumpul orang banyak.


Sementara kuttab ada dua jenis, yakni kuttab yang berfungsi sebagai tempat untuk mengajarkan baca-tulis, dan kuttab sebagai tempat untuk mengajarkan al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Ada juga yang membagi kuttab menjadi dua jenis lain, yakni : (1) kuttab sekuler,di mana diajarkan tata bahasa, sastra dan aritmatika, dan (2) kuttab agama, yang khusus mempelajari materi agama. Adapun lembaga masjid menjadi pusat pendidikan dengan sistem halaqah. Dapat disebutkan pada tingkatan ini merupakan lajutan dari kuttab. Kemudian dilihat dari perkembangannya, mulai tahun 750-1258 M merupakan masa kejayaan Muslim. Tetapi pasca itu malah menjadi masa keruntuhan Muslim sekaligus masa kejayaan Eropa.
Karena itu, untuk mengetahui perkembangan studi Islam di dunia barat perlu diuraikan lebih dahulu sejarah persentuhan Islam dengan barat, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua fase, yakni : (1) fase ketika Islam memegang kejayaan dan menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan,dan (2) fase ketika Islam jatuh dan runtuh, sementara dunia barat mulai jaya dan menjadi pusat ilmu, teknologi dan kebudayaan.
Adapun sejarah studi Islam di Indonesia, dimulai dengan tradisi belajarkepada ulama-ulama yang umumnya adalah pedagang, yang sekaliguspembawa Islam ke Indonesia. Para murid datang menemui guru untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui. Kemudian bentuk ini berlanjut dengan sistem langgar, dimana para murid dan guru bertemu di masjid atau langgar atau serambi rumah guru, baik dalam bentuk sorogan atau halaqah. Dari sini muncul bentuk pendidikan pesantren, yang dilanjutkan dengan sistem kelas, yang diperkenalkan penjajah Belanda.
Perkembangan Studi Islam di Dunia Muslim
Seperti ditulis sebelumnya, studi Islam di dunia Islam sama dengan menyebut studi Islam di dunia muslim. Pada akhir periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan Islam sekolah masih di masjid-masjid dan rumah-rumah, dengan ciri hafalan, namun sudah dikenalkan logika, matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama abad ke 5H, selam periode khalifah Abasyiah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai bergeser dari matakuliah yang bersifat spiritual ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Namun disebutkan, berdirinya sistem madrasah adalah di abad 5 H/akhir abad 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafat, diganti hanya mempelajari tafsir, kalam, fiqih dan bahasa. Matematika hilang dari kurikulum al-Azhar tahun 1748. Memang pada masa kekhalifahan Abasyiah, al-Makmun (198-218/813-833), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajari di madrasah.
Pengaruh al-Ghozali (1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum, bahkan terkesan terjadi dikotomi. Dia penyebut bahwa menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim, sementara menuntut ilmu umum adalah wajib kifayah. Meskipun perlu dicatat bahwa hasil kejayaan muslim di bidang sains dan teknologi bukanlah capaian kelembagaan, melainkan bersifat individu ilmuawan muslim yang didorong semangat penyelidikan ilmiah.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Jerussalem. DiNisyapur ditemukan Madrasah Nizhamiyah. Di Baghdad ditemukan Madrasah Nizhamiyah, Madrasah Imam Abu Hanifah, Madrasah al-Mustanshiriyah. Di kairo ditemukan Madrasah al-Manshuriyah. Di Damaskus ditemukan Dar al-Qur’an al-Dilamiyah, Dar al-Qura’an al-Shabuniyah, Dar al-Hadis al-Nuriyah. Kemudian masih di Damaskus ditemukan lembaga sufi Ribath al-Bayan. Sedangkan di Jerussalem ditemukan sejumlah lembaga sufi; Zawiyah al-Wafa’iyah, Zawiyah al-Naqshabandiyah, dan Khanqah al-Shalahiyah. Namun demikian, pemikir masih berbeda pendapat kapan dan madrasah mana yang pertama berdiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar